Sunday, 14 September 2025

India Mulai Larang Hindu Menghibahkan Properti ke Orang Islam


Di desa-desa kecil Punjab, seperti Umarpura dan Jitwalkalan, tradisi gotong royong lintas agama masih bertahan. Sikh dan Muslim membangun bersama masjid, sekolah, dan fasilitas desa, meski sejarah dan politik kerap mencoba memisahkan mereka.

Namun kini, ancaman baru muncul dalam bentuk regulasi. New Waqf Law melarang non-Muslim menyumbang kepada umat Muslim. Bagi warga desa yang terbiasa membantu tetangga, ini bukan sekadar aturan—ini ujian moral.

Sanjay Jha memperingatkan bahwa pengawasan ideologis lebih dari politik semata. “Ini adalah krisis moral,” katanya. “Niat jahat sering terselubung di balik kedok yang baik. Kebenaran sejati berada di ketinggian yang lebih tinggi, melampaui retorika dan logika yang menyimpang.”

Dulu, masjid-masjid pra-Partition di desa-desa ini hidup dengan aktivitas warga. Setiap Jumat, azan bergema, dan anak-anak belajar Al-Qur’an. Kini, sebagian bangunan rusak atau digunakan untuk penyimpanan, mengingatkan pada sejarah yang terlupakan.

Di Khanan Khurd, distrik Muktsar, warga Sikh dan Hindu membiayai pembangunan masjid baru bagi komunitas Muslim yang tersisa. Mereka berdiri bersama di upacara peresmian, menunjukkan solidaritas yang menentang tekanan politik.

Tetapi New Waqf Law mengancam model kerjasama ini. Apa yang dulunya mulia dan alami, kini bisa dipandang ilegal. Bagi beberapa warga, ini menimbulkan rasa takut: mereka khawatir membantu tetangga berarti melanggar hukum.

Di Bakhtgarh, Barnala, keluarga Sikh menyumbangkan tanah agar 15 rumah Muslim bisa membangun masjid. Bantuan ini adalah simbol persaudaraan, namun regulasi baru dapat menghalangi tindakan semacam ini di masa depan.

Sikap gotong royong yang dulunya menjadi simbol harmoni kini diuji. Jha menekankan bahwa nilai moral dan kemanusiaan harus lebih tinggi dari sekadar kepatuhan hukum yang membatasi solidaritas.

Di Mandvi, masjid pra-Partition yang terbengkalai masih berdiri sebagai saksi sejarah. Beberapa warga masih ingin merestorasinya, tetapi New Waqf Law menambah kerumitan, membatasi bantuan lintas agama yang mungkin diberikan.

Anak-anak yang dulu belajar di masjid kini tumbuh dalam ketidakpastian. Generasi baru mulai kehilangan teladan interaksi sosial yang damai dan pluralistik, karena ketakutan akan konsekuensi hukum atau tekanan sosial.

Jha menekankan bahwa pengawasan ideologis ini menimbulkan dilema etis. Ketika solidaritas dianggap ilegal, warga harus menimbang antara kebaikan moral dan risiko hukum.

Di desa-desa kecil Punjab, persaudaraan lintas agama tetap bertahan secara diam-diam. Gotong royong tetap terjadi, meski warga sadar bahwa tindakan mereka kini berada di bawah pengawasan.

New Waqf Law juga memengaruhi persepsi masyarakat terhadap hukum. Orang mulai mempertanyakan apakah regulasi dibuat untuk melindungi kepentingan umum atau untuk menekan nilai-nilai solidaritas yang selama ini hidup.

Jha menekankan pentingnya kesadaran kritis. Masyarakat harus mampu membedakan antara hukum yang adil dan regulasi yang menindas persaudaraan dan harmoni lintas agama.

Di banyak desa, termasuk Umarpura, warga Sikh dan Hindu masih merestorasi masjid yang ditinggalkan sejak Partition. Aktivitas ini menjadi simbol harapan bahwa pluralisme sosial masih mungkin dipertahankan.

Meskipun hukum dapat mengekang, keberanian moral warga desa menjadi kunci. Solidaritas dan kerja sama lintas agama menunjukkan bahwa kemanusiaan bisa bertahan meski tekanan politik meningkat.

Jha menekankan bahwa nilai moral harus lebih tinggi dari ketakutan. “Kebenaran sejati dan solidaritas tidak hilang, tetapi masyarakat harus berani menegakkannya,” ujarnya.

Pengawasan ideologis dan regulasi diskriminatif seperti New Waqf Law menjadi ujian bagi masyarakat. Desa-desa kecil Punjab menjadi laboratorium moral bagi pluralisme yang bertahan di tengah tekanan hukum.

Bagi komunitas Muslim, Sikh, dan Hindu, tantangan ini bukan hanya persoalan hukum, tetapi ujian etika. Bagaimana mempertahankan solidaritas ketika tindakan sehari-hari bisa dianggap melanggar hukum?

Akhirnya, desa-desa seperti Umarpura dan Jitwalkalan tetap menunjukkan bahwa kerja sama lintas agama masih mungkin. Meski menghadapi krisis moral, warga berusaha mempertahankan persaudaraan yang telah lama menjadi fondasi sosial mereka.

0 comments:

Post a Comment