Dewan Suku dan Klan di Suriah merupakan lembaga sosial-politik yang berperan penting dalam memperkuat komunitas adat di wilayah tersebut, terutama dalam mengawal sektor pertanian dan peternakan. Dewan ini menjadi wadah aspirasi masyarakat adat untuk berkoordinasi langsung dengan pemerintah guna mencari solusi atas berbagai permasalahan yang dihadapi, seperti kelangkaan pakan ternak dan mahalnya harga sarana produksi pertanian. Dengan demikian, mereka turut membantu stabilitas ekonomi dan sosial di daerah yang sedang menjalani proses rekonstruksi pasca konflik.
Fungsi Dewan Suku ini bukan sebagai pemerintahan paralel, melainkan sebagai organisasi perwakilan yang menjembatani masyarakat adat dengan institusi resmi. Mereka mengadvokasi kepentingan masyarakat dan berpartisipasi aktif dalam pembangunan lokal, tanpa mengambil alih peran pemerintahan formal. Dalam konteks ini, Dewan Suku Suriah dapat disamakan dengan peran lembaga adat di berbagai negara yang mengedepankan kearifan lokal untuk menjaga harmoni dan kesejahteraan.
Di Indonesia, terdapat lembaga serupa yang dikenal sebagai Dewan Kerajaan Kesultanan Adat Nusantara, Kerapatan Adat dll salah satunya adalah Majelis Tinggi Kerapatan Empat Suku Melayu Kenegerian Kubu di Provinsi Riau. Lembaga adat ini juga berperan sangat signifikan dalam hal pertanahan, terutama terkait dengan hak ulayat atau hak masyarakat hukum adat atas tanah mereka. Kerapatan Adat Nusantara berfungsi sebagai penjaga warisan adat dan pengawal hak-hak tanah yang telah turun-temurun dimiliki komunitas adat.
Kerapatan Adat di Indonesia seringkali terlibat langsung dalam upaya mempertahankan dan memperjuangkan hak ulayat mereka di hadapan pemerintah dan perusahaan swasta. Contohnya, Dewan Pengurus Harian Majelis Tinggi Kerapatan Empat Suku Melayu Kenegerian Kubu secara aktif mengajukan dokumen dan berkas terkait tanah ulayat kepada Panitia Kerja DPR RI serta berbagai instansi pemerintah untuk memastikan pengakuan dan perlindungan hukum atas tanah adat tersebut.
Proses pengajuan dan advokasi oleh Kerapatan Adat ini tidak hanya bersifat simbolik, melainkan melibatkan langkah-langkah hukum hingga ke pengadilan, untuk mempertahankan tanah ulayat dari sengketa dengan perusahaan besar yang mengelola perkebunan di atas tanah tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa lembaga adat di Indonesia juga berperan sebagai penjaga hak-hak ekonomi dan sosial masyarakat adat, khususnya dalam konteks pertanahan.
Kemiripan antara Dewan Suku Suriah dan Kerapatan Adat Nusantara tampak pada keduanya yang berperan sebagai penghubung antara masyarakat adat dan pemerintah, serta aktif mengadvokasi kepentingan komunitas mereka di berbagai sektor, termasuk ekonomi dan pertanahan. Keduanya menggunakan pendekatan kearifan lokal dan tradisional yang diselaraskan dengan mekanisme negara modern.
Di Suriah, Dewan Suku membantu pemerintah dalam pembangunan sektor pertanian dan peternakan, serta menjaga stabilitas sosial dengan mengelola hubungan antar suku dan klan. Sementara di Indonesia, Kerapatan Adat tidak hanya menjaga budaya dan tradisi, tapi juga ikut mengawasi pemanfaatan tanah adat dan hak ulayat sebagai bagian dari kekayaan dan identitas komunitas.
Peran Kerapatan Adat dalam pengelolaan tanah ulayat di Indonesia sangat strategis, terutama mengingat konflik lahan antara masyarakat adat dan perusahaan swasta sering terjadi. Dengan adanya lembaga adat, penyelesaian konflik dapat dilakukan melalui musyawarah dan proses hukum yang menghormati adat serta undang-undang nasional. Ini menjadi contoh konkret bagaimana lembaga adat memadukan norma tradisional dan hukum modern.
Kerapatan Adat di Indonesia telah melibatkan diri dalam dialog dengan DPR, pemerintah provinsi, hingga pemerintah kabupaten untuk memperjuangkan hak-hak masyarakat adat atas tanah mereka. Penyerahan berkas pengaduan dan data terkait tanah ulayat kepada Panitia Kerja DPR merupakan langkah penting dalam memperjuangkan legalitas dan perlindungan tanah adat dari eksploitasi yang tidak adil.
Secara organisasi, baik Dewan Suku Suriah maupun Kerapatan Adat di Indonesia dipimpin oleh tokoh-tokoh adat yang memiliki legitimasi dan dihormati dalam komunitasnya. Mereka menjalankan fungsi koordinasi dan advokasi serta menjadi representasi kolektif yang kuat, yang mampu menyuarakan kepentingan masyarakat adat di forum resmi maupun sosial.
Kedua lembaga ini juga mengedepankan pelestarian budaya dan tradisi sebagai fondasi utama dalam membangun masyarakat yang harmonis dan mandiri. Mereka memberikan edukasi kepada generasi muda tentang pentingnya menjaga adat dan hak ulayat, sehingga kesinambungan nilai-nilai lokal tetap terjaga di tengah arus modernisasi.
Selain aspek budaya, Dewan Suku Suriah dan Kerapatan Adat Nusantara juga aktif dalam mendukung program pembangunan berkelanjutan. Di Suriah, fokusnya pada peningkatan produksi pertanian dan peternakan, sedangkan di Indonesia, upaya pelestarian hak ulayat juga berhubungan erat dengan pengelolaan sumber daya alam dan pembangunan ekonomi komunitas.
Peran keduanya juga memperkuat mekanisme penyelesaian konflik internal melalui pendekatan adat yang damai dan dialogis. Dengan demikian, mereka tidak hanya menjadi penjaga budaya tetapi juga pengawal perdamaian dan stabilitas sosial di wilayah masing-masing.
Dalam menghadapi tantangan zaman, kedua lembaga berupaya terus beradaptasi dan memperkuat jaringan kerja sama dengan pemerintah dan lembaga lain. Hal ini penting agar advokasi dan perlindungan masyarakat adat dapat berjalan efektif dan berkelanjutan, tanpa kehilangan akar tradisionalnya.
Keberadaan Dewan Suku dan Kerapatan Adat membuktikan bahwa lembaga adat masih relevan dan sangat dibutuhkan dalam konteks pembangunan nasional. Mereka mampu menjembatani dunia adat dengan negara, serta memfasilitasi partisipasi aktif masyarakat adat dalam pembangunan dan pengelolaan sumber daya.
Dewan Suku Suriah dan Kerapatan Adat di Indonesia juga memberikan contoh bahwa pemberdayaan masyarakat adat tidak harus terlepas dari sistem pemerintahan modern, tetapi justru dapat menjadi pelengkap yang memperkuat demokrasi dan pemerintahan yang inklusif.
Di bidang pertanahan, khususnya di Indonesia, Kerapatan Adat secara aktif memperjuangkan pengakuan hak ulayat sebagai bagian dari pengakuan hukum nasional. Perjuangan ini melibatkan koordinasi dengan berbagai instansi negara, penyelesaian sengketa melalui jalur hukum, serta upaya advokasi di tingkat legislatif.
Sengketa tanah ulayat yang melibatkan Kerapatan Adat Empat Suku Melayu di Kenegerian Kubu, Riau, menggambarkan dinamika nyata dalam perlindungan hak masyarakat adat terhadap eksploitasi oleh korporasi perkebunan. Meski telah ada sejumlah putusan dan surat keputusan yang mengakui hak ulayat, realisasi perlindungan tersebut masih menghadapi berbagai kendala di lapangan.
Pemerintah pusat dan daerah berperan penting dalam memfasilitasi penyelesaian sengketa tanah ulayat melalui kerja sama dengan Kerapatan Adat dan berbagai pihak terkait. Namun, tantangan implementasi masih cukup besar, sehingga peran Kerapatan Adat sebagai pengawal hak adat tetap sangat krusial.
Upaya memperjuangkan hak ulayat ini menjadi bukti bahwa lembaga adat di Indonesia tidak hanya menjaga budaya, tetapi juga memperjuangkan keadilan sosial dan ekonomi bagi masyarakat adatnya. Peran ini menjadi penguat identitas sekaligus pilar penting dalam pembangunan berkelanjutan.
Secara keseluruhan, baik Dewan Suku Suriah maupun Kerapatan Adat Nusantara menunjukkan peran vital lembaga adat dalam menjaga keseimbangan antara tradisi dan modernitas. Melalui sinergi yang harmonis dengan pemerintah, keduanya dapat menjadi agen perubahan yang membawa manfaat besar bagi komunitas dan negara secara luas.
Dukung Sektor Pertanian, Dewan Suku Suriah Bertemu Menteri
Dewan Suku dan Klans Suriah menggelar pertemuan penting bersama Menteri Pertanian Dr. Amjad Badr pada akhir Mei 2025. Pertemuan ini bertujuan membahas dukungan dan pengembangan sektor pertanian serta peternakan yang saat ini menghadapi banyak tantangan serius. Kunjungan resmi ini dipimpin langsung oleh Sekretaris Jenderal Dewan, Dr. Jihad Mar’i, didampingi oleh Kepala Kantor Administrasi Dewan, Bapak Tarek al-Kurdi.
Dalam pembukaannya, Dr. Jihad Mar’i menyampaikan ucapan selamat atas pengangkatan Dr. Amjad Badr sebagai Menteri Pertanian. Ia juga menegaskan pentingnya sinergi antara organisasi masyarakat sipil dan pemerintah dalam mengatasi berbagai persoalan sektor pertanian. Menurutnya, pertanian adalah pilar utama bagi stabilitas ekonomi dan sosial, khususnya di wilayah yang baru dibebaskan.
Selama pertemuan, delegasi Dewan menguraikan sejumlah kendala yang dihadapi para petani dan peternak. Masalah utama yang diangkat adalah kelangkaan pakan ternak dan tingginya harga bahan produksi pertanian. Selain itu, kurangnya dukungan teknis dan layanan pendampingan di beberapa wilayah turut menjadi hambatan besar bagi kemajuan sektor ini.
Menteri Amjad Badr menjelaskan secara rinci tentang rencana kerja kementerian yang akan dijalankan dalam waktu dekat. Rencana tersebut mencakup berbagai program dan kebijakan yang fokus pada pemberdayaan petani kecil dan peternak. Kementerian juga berkomitmen menyediakan bahan produksi dengan harga terjangkau dan meningkatkan layanan penyuluhan serta pelatihan.
Lebih jauh, proyek-proyek pengembangan yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas dan luas lahan pertanian juga disiapkan. Program ini diharapkan dapat meningkatkan hasil produksi sekaligus menjaga kelestarian lingkungan pertanian di daerah-daerah rawan. Pendekatan ini dianggap sebagai langkah strategis untuk memastikan ketahanan pangan nasional.
Dalam kesempatan yang sama, kedua belah pihak menegaskan pentingnya kelanjutan koordinasi yang erat antara Dewan Suku dan pemerintah. Mereka sepakat bahwa kolaborasi ini adalah kunci untuk mengatasi masalah yang kompleks dan memastikan keberhasilan program-program yang telah direncanakan.
Dewan Suku dan Klans Suriah menilai keterlibatan mereka dalam proses pengambilan keputusan adalah bentuk nyata kontribusi masyarakat terhadap pembangunan nasional. Melalui dialog aktif dengan pemerintah, mereka berharap aspirasi petani dan peternak bisa lebih tersampaikan dan diakomodasi secara efektif.
Sektor pertanian di Suriah selama ini menjadi tulang punggung perekonomian di banyak wilayah. Namun, konflik dan ketidakstabilan politik telah memberikan dampak buruk terhadap produktivitas dan kesejahteraan petani. Karena itu, kebijakan yang menyentuh langsung masalah lapangan sangat dibutuhkan.
Kementerian Pertanian sendiri menghadapi tantangan berat dalam memastikan kelancaran pasokan dan distribusi bahan-bahan penting. Harga input produksi yang tinggi menjadi beban yang sangat memberatkan petani kecil dan menengah. Oleh sebab itu, intervensi pemerintah melalui subsidi dan program bantuan menjadi sangat vital.
Selain fokus pada produksi tanaman pangan, sektor peternakan juga mendapat perhatian khusus. Kelangkaan pakan menjadi masalah yang menekan para peternak dan mengancam keberlanjutan usaha mereka. Kementerian berencana mengembangkan pabrik pakan lokal dan mendukung peternak dengan teknologi tepat guna.
Peningkatan kapasitas petani juga menjadi bagian integral dari strategi kementerian. Melalui pelatihan teknis dan penyuluhan lapangan, petani akan dibekali kemampuan modern yang dapat meningkatkan efisiensi dan hasil panen. Hal ini diharapkan mampu mengurangi ketergantungan pada metode tradisional yang kurang efektif.
Proyek revitalisasi lahan pertanian rusak akibat perang dan pengabaian masa lalu juga menjadi prioritas. Pemerintah berencana memperbaiki irigasi dan mengembalikan kesuburan tanah agar dapat mendukung produksi yang lebih maksimal. Kerjasama dengan lembaga masyarakat dan internasional pun terus dibangun.
Kehadiran Dewan Suku dalam dialog ini menunjukkan keterbukaan pemerintah untuk melibatkan berbagai elemen masyarakat dalam perencanaan pembangunan. Hal ini diharapkan bisa meningkatkan rasa memiliki dan tanggung jawab bersama dalam membangun sektor pertanian dan peternakan.
Pertemuan ini juga menjadi momentum untuk membangun jaringan komunikasi yang lebih efektif antara pemerintah dan komunitas lokal. Dengan saling memahami kebutuhan dan kendala masing-masing, solusi yang dihasilkan akan lebih tepat sasaran dan berdampak positif.
Dalam jangka panjang, penguatan sektor pertanian diharapkan dapat memperbaiki kondisi ekonomi masyarakat dan menstabilkan harga pangan. Hal ini juga akan berkontribusi pada perdamaian dan rekonstruksi nasional yang berkelanjutan. Stabilitas di bidang pangan sangat menentukan kualitas hidup warga Suriah.
Menteri Amjad Badr menekankan bahwa keberhasilan program tidak hanya bergantung pada pemerintah pusat saja, tetapi juga peran aktif masyarakat. Oleh karena itu, keterlibatan Dewan Suku sebagai wakil komunitas lokal sangat strategis untuk memastikan implementasi berjalan lancar.
Seluruh pihak yang hadir menyatakan komitmen untuk terus meningkatkan dialog dan menjalin kerja sama yang lebih erat. Dengan begitu, berbagai hambatan yang selama ini menghalangi kemajuan sektor pertanian dan peternakan bisa segera diatasi.
Pertemuan ini menjadi bukti nyata bahwa pemerintah Suriah berupaya membangun masa depan yang lebih cerah dengan melibatkan semua unsur bangsa. Dukungan dan kerjasama lintas sektoral menjadi kunci utama menuju kemajuan yang inklusif dan berkelanjutan.
Dengan adanya rencana-rencana strategis dan sinergi antara Dewan Suku dan Kementerian Pertanian, diharapkan sektor vital ini dapat bangkit kembali. Masyarakat petani dan peternak pun akan mendapatkan harapan baru untuk hidup lebih sejahtera.
Pentingnya sektor pertanian dan peternakan sebagai penopang ekonomi nasional membuat perhatian ini menjadi prioritas utama. Pemerintah Suriah berharap bahwa melalui kerja sama yang erat dan berkelanjutan, tantangan yang ada dapat diatasi dengan baik.
Sebagai kesimpulan, pertemuan ini menandai langkah awal yang positif dalam membangun sektor pertanian yang lebih kuat dan mandiri. Ke depan, sinergi antara pemerintah dan masyarakat akan terus diperkuat demi kemajuan dan kesejahteraan rakyat Suriah.